Kamis, 22 Agustus 2013

TIDAK ADA YANG KEBETULAN!




TIDAK ADA YANG KEBETULAN!
Di salah satu gereja di Eropa Utara, ada sebuah patung Yesus Kristus yang disalib, ukurannya tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Karena merasa segala permohonan pasti bisa dikabulkan-Nya, maka orang berbondong-bondong datang secara khusus kesana untuk berdoa, berlutut dan menyembah, hampir dapat dikatakan halaman gereja penuh sesak seperti pasar.
Di dalam gereja itu ada seorang penjaga pintu, melihat Yesus yang setiap hari berada di atas kayu salib, harus menghadapi begitu banyak permintaan orang, ia pun merasa iba dan di dalam hati ia berharap bisa ikut memikul beban penderitaan Yesus Kristus. Pada suatu hari, sang penjaga pintu pun berdoa menyatakan harapannya itu kepada Yesus.
Di luar dugaan, ia mendengar sebuah suara yang mengatakan, “Baiklah! Aku akan turun menggantikan kamu sebagai penjaga pintu, dan kamu yang naik diatas salib itu, namun apapun yang kau dengar, janganlah mengucapkan sepatah kata pun.” Si penjaga pintu merasa permintaan itu sangat mudah.
Lalu, Yesus turun, dan penjaga itu naik ke atas, menjulurkan sepasang lengannya seperti Yesus yang dipaku diatas kayu salib. Karena itu orang-orang yang datang bersujud, tidak menaruh curiga sedikit pun. Si penjaga pintu itu berperan sesuai perjanjian sebelumnya, yaitu diam saja tidak boleh berbicara sambil mendengarkan isi hati orang-orang yang datang.
Orang yang datang tiada habisnya, permintaan mereka pun ada yang rasional dan ada juga yang tidak rasional, banyak sekali permintaan yang aneh-aneh. Namun demikian, si penjaga pintu itu tetap bertahan untuk tidak bicara, karena harus menepati janji sebelumnya.
Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya, setelah saudagar itu selesai berdoa, ternyata kantung uangnya tertinggal. Ia melihatnya dan ingin sekali memanggil saudagar itu kembali, namun terpaksa menahan diri untuk tidak berbicara. Selanjutnya datanglah seorang miskin yang sudah 3 hari tidak makan, ia berdoa kepada Yesus agar dapat menolongnya melewati kesulitan hidup ini. Ketika hendak pulang ia menemukan kantung uang yang ditinggalkan oleh saudagar tadi dan begitu dibuka, ternyata isinya uang dalam jumlah besar. Orang miskin itu pun kegirangan bukan main, “Yesus benar-benar baik, semua permintaanku dikabulkan!” dengan amat bersyukur ia lalu pergi.
Diatas kayu salib, “Yesus” ingin sekali memberitahunya, bahwa itu bukan miliknya. Namun karena sudah ada perjanjian, maka ia tetap menahan diri untuk tidak berbicara. Berikutnya, datanglah seorang pemuda yang akan berlayar ke tempat yang jauh. Ia datang memohon agar Yesus memberkati keselamatannya. Saat hendak meninggalkan gereja, saudagar kaya itu menerjang masuk dan langsung mencengkram kerah baju si pemuda, dan memaksa si pemuda itu mengembalikan uangnya. Si pemuda itu tidak mengerti keadaan yang sebenarnya, lalu keduanya saling bertengkar.
Di saat demikian, tiba-tiba dari atas kayu salib “Yesus” akhirnya angkat bicara. Setelah semua masalahnya jelas, saudagar kaya itu pun kemudian pergi mencari orang miskin itu dan si pemuda yang akan berlayar pun bergegas pergi, karena khawatir akan ketinggalan kapal.
Yesus yang asli kemudian muncul, menunjuk ke arah kayu salib itu sambil berkata, “TURUNLAH KAMU! Kamu tidak layak berada disana.” Penjaga itu berkata, “Aku telah mengatakan yang sebenarnya dan menjernihkan persoalan serta memberikan keadilan, apakah salahku?”
“Apa yang kamu tahu?”, kata Yesus.
“Saudagar kaya itu sama sekali tidak kekurangan uang, uang di dalam kantung bermaksud untuk dihambur-hamburkannya. Namun bagi orang miskin, uang itu dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sekeluarga. Yang paling kasihan adalah pemuda itu. Jika saudagar itu terus bertengkar dengan si pemuda sampai ia ketinggalan kapal, maka si pemuda itu mungkin tidak akan kehilangan nyawanya. Tapi sekarang kapal yang ditumpanginya sedang tenggelam di tengah laut.”
—————————————————————————————————
Ini kedengarannya seperti sebuah anekdot yang menggelikan, namun dibalik itu terkandung sebuah rahasia kehidupan… Kita seringkali menganggap apa yang kita lakukan adalah yang paling baik, namun kenyataannya kadang justru bertentangan. Itu terjadi karena kita tidak mengetahui hubungan sebab-akibat dalam kehidupan ini.
Kita harus percaya bahwa semua yang kita alami saat ini, baik itu keberuntungan maupun kemalangan, semuanya merupakan hasil pengaturan yang terbaik dari Tuhan buat kita, dengan begitu kita baru bisa bersyukur dalam keberuntungan dan kemalangan dan tetap bersuka cita.
Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Cita - Cita




Cita-cita kamu apa? Tentu pertanyaan simple itu sudah menjadi pengalaman bagi setiap orang, bahkan dari semenjak kecil. Dan uniknya lagi, bagi beberapa orang tentu ada ketidak-konsistenan dalam menjawab. Hal itu wajar saja, begitu juga dengan aku. Masih teringat awal kecintaanku pada Matematika dan Sains. Jika ditanya, yah aku jawab aku pengen jadi guru, tepatnya guru Matematika atau Sains. Setelah itu berubah lagi, aku ingin jadi dokter. Bahkan saat aku sekecil itu aku bisa menyimpulkan mulianya seorang dokter yang mampu menyelamatkan nyawa orang lain. 
Perlahan-lahan, aku merasa aku kurang cocok menjadi dokter. Aku cukup histeris untuk membayangkan darah, pisau bedah, dan peralatan medis lainnya. Aku bahkan benci dengan aroma Rumah Sakit (pertama kali aku menginjakkan kaki di RS adalah ketika kelas 5 SD saat menjenguk teman yang sakit).
Di akhir tahun sekolah dasar, kecintaanku terhadap pelajaran Sains tepatnya Fisika semakin bertambah-tambah. Saat itu masih teringat jelas pelajaran tentang benda-benda langit, planet-planet, bulan, bintang, matahari, meteor, meteoroid, komet, galaksi, astronot, dan sebagainya. Aku hanya bisa membayangkan betapa senangnya bisa ke luar angkasa. Dan saat itu juga aku memantapkan hati, aku pengen jadi astronot.
Memasuki sekolah menengah pertama, pelajaran Fisika dan Matematika masih jadi favoritku. Cita-citaku makin bertambah, aku ingin jadi Astronot, Akuntan, dan Pengarang Terkenal (yang berawal pada kekagumanku terhadap Chairil Anwar, bahkan sampai sekarang masih menjadi penggemar berat pujangga angkatan ‘45 itu ).
Namun keadaan perlahan-lahan berubah sejak memasuki masa SMA. Secara fisik dan psikologis, tentu masa SMA berbeda dengan masa saat SD dan SMP. Semenjak menginjakkan kaki di bangku SMA, aku mulai sulit untuk mengatakan “aku pengen jadi…” Perlahan-lahan, pelajaran Sastra menjadi sosok yang membosankan bagiku.
Sejak memasuki tahun kedua sekolah menengah akhir,  aku mulai memikirkan tentang jurusan yang akan aku ambil saat SNMPTN yang akan datang. Aku memilih Farmasi, aku jadi Apoteker  saja pikirku. Aku mulai membahas soal-soal USNMPTN dan soal-soal Psikotes. Impian jadi seorang astronot sudah kukubur dalam-dalam, aku hanya menganggap bahwa itu hanya euphoria seorang siswi kelas 5 SD yang ingin ke luar angkasa. Simpelnya, itu impian yang kurang realistis saat itu. Begitu juga dengan desainer, sudahlah ini bukan jalanku, pikirku.
Entah mengapa dan entah darimana aku bisa memutuskan untuk mengambil jurusan Pendidikan Kimia  saat ujian SNMPTN. Sampai saat aku sudah memasuki semester VII, hal ini masih menjadi sebuah pertanyaan bagiku. Mengingat perjalanan panjangku dalam mencintai beberapa jurusan, mulai dari Kedokteran, Matematika, Sains, Desainer, Akuntansi, bahkan Teknik Informatika, dan hasilnya justru melenceng ke Pendidikan Kimia. Saat memilih dulu, aku bahkan belum bisa menentukan apakah hatiku mencintai atau tidak mencintai jurusan ini. Tapi yang jelas, hatiku memilih jurusan ini. Kalau boleh jujur, di semester-semester awal, aku sempat merasa ngambang tentang jurusan ini. Akan tetapi, aku belajar bahwa inilah yang disebut proses pembelajaran yang memang butuh waktu. Ada banyak hal positif yang kuperoleh selama dan sampai sekarang aku menjadi seorang guru kimia. Dan luar biasanya lagi semua itu adalah kebaikan. Bagaimana tidak, aku berkutat dengan profesiku yang menuntut pemahaman terhadap polah-tingkah manusia sebagai individu.
Menurut aku sendiri, sesungguhnya, mempelajari manusia itu jauh lebih sulit dan kompleks dibandingkan mempelajari mesin atau benda mati. Profesiku yang mengharuskan aku untuk lebih mengenal pribadi setiap kepala, dan kemudian mengisinya dengan beragam fenomena kimia, membuat aku semakin mencintai langkah hidup yang sudah ku ambil ini. Intinya, belajar memahami psikologi siswa itu jauh lebih susah ketimbang belajar tentang mesin. Kita berhadapan dengan individu “hidup” yang tentu tidak bisa di berikan treatment sesuka hati kita. Ada beban moral maupun psikologis yang ditanggung ketika kita berhadapan dengan manusia tentunya.
Aplikasi kesetianku selama belasan tahun mengemasi buku-bukuku sebagai mana sang manusia hebat menyebutnya : “menimba ilmu”,  telah membuka cakrawala berpikirku untuk mampu berpikir lebih jauh. Aku masih ingat bagaimana dulu aku setiap kali berhadapan dengan orang yang bisa saja berbeda dengan aku. Sekarang aku menyadari bahwa itu adalah sebagian implementasi dari pernyataan each person is unique.
Banyak orang menyadari bahwa setiap pribadi adalah unik, tetapi berapa orangkah yang mampu mengontrol sikapnya untuk menghadapi keunikan ataupun perbedaan itu? Tentu tidak seharusnya sikap kita sama untuk setiap orang, itulah mengapa kita punya akal, pikiran, dan penalaran. Konon, hewan atau tumbuhan saja mampu beradaptasi terhadap perubahan situasi dan lingkungan. Apalagi kita manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling istimewa. Bukan hanya menyesuaikan diri terhadap keunikan dan perbedaan orang lain, akan tetapi juga terhadap perubahan situasi dan lingkungan kita. Kita tentu tahu kapan harus menyalakan AC atau harus mematikan AC. Itu hanyalah sebuah ilustrasi yang sederhana. Maka dari hal sederhanalah kita bisa bergerak menjadi luar biasa.
“Mungkin, kita tidak bisa melarang burung hinggap di kepala kita. Akan tetapi, kita bisa melarang burung tersebut bersarang di kepala kita.” Kita tidak mempunyai kuasa untuk menentukan persoalan mana yang menghampiri kehidupan kita, akan tetapi kita mempunyai kesempatan untuk mengubah dan mengontrol sikap kita dalam menghadapi setiap persoalan yang datang ke dalam kehidupan kita.

“Do what we love and love what we do”
                                                                               _with pray...
 
















Jumat, 16 Agustus 2013

Karena Engkau Bukan Takdirku (Pilihanku)



Karena Engkau Bukan Takdirku (Pilihanku)
                                                          Oleh: Kartyka Nababan S. Pd
                    Lauke, 04 september 2012
Bergulung waktu menembus masaku
Hempasan jutaan jarum jam menghantarkan pengabdianku,
Aku termangu, bukan karena aku ragu..
Aku tergugu, juga bukan karena aku tak tau..
Aku sendu, sebab ku tahu engkau bukan takdirku..

Derai – derai cemara di pagar hari kita menambah sesak gundahku
Dan tingkap yang semakin merapuh kembali menyadarkanku
Waktu akan segera mencurimu dari hadapku,
Dan aku akan segera dirampas oleh jarak dari hadapmu..

Pelan, tapi aku tahu pasti..
Bilah – bilah tajam menyayat hatiku,
Bongkahan – bongkahan karang meremukkan kalbuku..
Pedih - perih, membuat bertambah beku..

Desahan nafasmu menyentuh kulitku,,
Engkau tau aku tak bisa melepasmu
Yang kadang engkau tak tau, ada cinta di serpihan emosiku
Ada luapan kasih di setiap derap langkahku yang menderamu
Ada untaian kasih di setiap guratan pandangku.


Sentuhan tatapmu tambah merasuk jiwaku
Menusuk raga dan menembus tulang-tulangku
Ya! Engkau pilihanku, bukan takdirku.
Jiwaku penuh saat aku menunjuk berada di sampingmu
Nuraniku meluap saat aku memilih mengabdi untukmu
Hatiku satu saat aku ingin berdiam di daerahmu
Sebab ku tahu, engkau bukan takdirku..

Ya Tuhanku…….
Betapa dalam dawai cinta ini akan selalu terlantun untuk mereka..
Betapa berlimpah kasih sayang ini akan ku jaga untuk mereka..
Betapa berdaulat hati ini akan selalu mengenang dan mendoakan mereka..
Sebab ku tahu ya Tuhan,, ini pilihanku, bukan takdirku
……………………………………………………………………..





Dawai Cinta untuk Tapanuliku



Dawai Cinta untuk Tapanuliku

Impian asa dalam kata,
Lantunan syair gubahan derai-derai batin
Ombak rasa yang tak tentu
Visi yang dibolak – balik emosi
Entah,… inikah rasanya cinta.

Manik mataku bergerak lantang
Memberi cerita berkarang
Kelam dan angin yang terhempas beku
Menatang panorama indah milikmu …

Derai-derai cemara yang menderu
Menyapu dahan di tingkap merapuh
Cakra Salib Kasih Nomensen pun berseru
Dan angin mendayu, Bukit Siatas Barita turut merayu,
Membujuk perasaan segala melaju…

Amboi! Sembulan atap limas berkaki,
Cakrawala memancar, lembut merekah..

Ya! Ini Tapanuliku
Angin membantu dalam setiap remang perasaanku
Nuansamu tambah merasuk,…
Semati tugu, sepanjang rimba yang dulu pesing menderu.

Tarutung, Tapanuliku…
Bak karang tegar berpagar
Kau lekat dalam setiap derap langkah berpacu
Kau singgah dalam setiap palung rasa dan asaku

Tarutung, Kota Kelahiranku…
Dawai tembangku terlantun untukmu
Dalam setiap dahaga atas bisik tercercah
Hingga ahirnya harus menyerah …
Berlari padamu dan lekas berbenah ..
                 #*O*#
Sept “2004
Puisi dalam lomba “ mengarang dan membaca puisi “ di Salib Kasih, Tarutung.